I.I Teknologi komunikasi dan internet dalam pendidikan
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah
memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses
pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan
TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari
pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja,
(3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke
fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata.
Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan
media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb.
Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan
tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media
tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung
dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam
lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang
maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir
adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran
maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan
internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning
yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi
komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001;
28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam
penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga
kriteria yaitu: (1) e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk
memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau
informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer
dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada
pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma
pembelajaran tradisional. Saat ini e-learning telah berkembang dalam
berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer
Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning,
Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop
Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC
(Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based
Training), dsb.
Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di
penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan
dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai
aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era
globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan
terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas
kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat
mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai
bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan
perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa
terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta
penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada
masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam
menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah
tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat
manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa
yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan
kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. TIK
telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses
pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka
antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.
Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui
jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut
siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau
ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka pendidikan khususnya
proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari
keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama. Majalah
Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan
dalam tema “Asia in the New Millenium” yang memberikan gambaran berbagai
kecenderungan perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai
aspek seperti ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan,
pendidikan, dsb. termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam
berbagai dimensi kehidupan. Salah satu tulisan yang berkenaan dengan
dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul
“Rebooting:The Mind Starts at School”. Dalam tulisan tersebut
dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang akan
jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk
seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak
duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang
akan datang disebut sebagai “cyber classroom” atau “ruang kelas maya”
sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara
individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut “interactive
learning” atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet.
Anak-anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktivitas
pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk
memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak akan
melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan
individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh
pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum
dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak
dan fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak sehingga
memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju
berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam
situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran
sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas.
Dalam tulisan itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa
mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis
seperti sekarang ini, akan tetapi berupa: (1) komputer notebook dengan
akses internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-materi belajar yang
berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau didengar, dan dilengkapi
dengan kamera digital serta perekam suara, (2) Jam tangan yang
dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk
masuk rumah, kalkulator, dsb. (3) Videophone bentuk saku dengan
perangkat lunak, akses internet, permainan, musik, dan TV, (4) alat-alat
musik, (5) alat olah raga, dan (6) bingkisan untuk makan siang. Hal itu
menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti
berupa perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar.
Meskipun teknologi informasi komunikasi dalam bentuk komputer dan
internet telah terbukti banyak menunjang proses pembelajaran anak secara
lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih banyak kelemahan
dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang-kadang anak-anak lebih
bergairah dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang
dipelajari. Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu
bersifat individual sehingga mengurangi pembelajaran yang bersifat
sosial. Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya
ketepatan informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak
kurang memiliki sikap kritis terhadap informasi yang diperoleh. Bagi
anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang kurang proporsional
dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti
menulis tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru
perlu memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara
proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang
tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing.
II. ISI
II.1. Landasan Pemikiran
Mengingat begitu pentingnya peranan kurikulum di dalam sistem
pendidikan dan dalam perkembangan proses kehidupan manusia, maka
pengembangan kurikulum harus dikerjakan dengan teliti. Pengembangan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat dan didasarkan atas
berbagai hal, misalnya landasan filosofis, analisis, psikologis,
empiris, politis dan lain sebagainya.
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4
menegaskan paling tidak terdapat dua tujuan Pendidikan Nasional, yaitu
memiliki pengetahuan dan keterampilan. Menurut Soedijarto (1993: 70)
pendidikan nasional selain bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa masih
dituntut pula untuk : (1) meningkatkan kualitas manusia, (2)
meningkatkan kemampuan manusia termasuk kemampuan mengembangkan dirinya,
(3) meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia, dan (4) ikut
mewujudkan tujuan nasional. Dengan menyadari hal itu, pengembangan
kurikulum perlu selalu berorientasi pada perkembangan zaman dan
masyarakat.
Selanjutnya dalam Pasal 37 UU No. 2 Tahun 1989, menyiratkan
kaidah-kaidah, bahwa kurikulum harus dapat memberikan suatu pengetahuan
dan keterampilan kepada peserta didik untuk dapat: (1) mengadakan
hubungan timbal balik dengan lingkungan serta kemampuan mengembangkan
diri (2) kemampuan akademik dan atau profesional untuk menerapkan,
mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, maupun untuk
kesenian (Soedijarto, 1993: 47).
Sementara itu Ki Hajar Dewantara (1946: 15) menyatakan bahwa kebudayaan
merupakan faktor penting sebagai akar pendidikan suatu bangsa. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam mengembangkan kurikulum, kedudukan
kebudayaan merupakan variabel yang penting.
Winarno Surakhmad (2000: 4) menyatakan bahwa kurikulum masa depan adalah
kurikulum yang mengutamakan kemandirian dan menghargai kodrat, hak
serta prestasi manusia. Ini berarti dalam pengembangan kurikulum sesuatu
yang konkrit dan bersifat empiris dari suatu komunitas sosial tidak
dapat dipisahkan, di samping tuntutan kemampuan masyarakat itu sendiri.
Dengan bercermin pada kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang sedang
ditempa oleh fenomena sosial yang amat besar yaitu gelombang reformasi
dan isu-isu yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan lingkungan
hidup, maka perlu kajian-kajian yang mendalam guna reposisi maupun
reorientasi kurikulum.
Tuntutan masyarakat pada hakikatnya adalah amat kompleks dan beragam,
sebab hal ini erat kaitannya dengan kondisi psikologis tiap-tiap
individu. Perbedaan individu berhubungan dengan perkembangannya, latar
belakang sosial budaya, dan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya,
merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan
kurikulum.
Landasan lain yang diperlukan dalam pengembangan kurikulum adalah teori
belajar, yaitu tentang bagaimana peserta didik belajar. Banyak sekali
teori belajar yang dikenal saat ini. Teori-teori tersebut dikembangkan
terutama dari psikologi, Ratna Wilis Dahar (1989) antara lain
menyebutkan: (1) behaviorisme (Ivan Pavlov): Classical Conditioning; E.L
Thorndike: Hukum pengaruh ; B.F Skinner: Operant Conditioning); (2)
Cognitive (Akomodasi dan Asimilasi dari Piagiet; belajar bermakna dari
Ausubel; Skemata) dan sebagainya tentu saja amat berguna dalam
pengembangan kurikulum.
Y. Marpaung (2000: 2) dalam hasil wawancaranya dengan guru antara lain
menyebutkan bahwa apabila siswa ditanya oleh guru dan apabila pertanyaan
yang diajukan oleh guru agak sulit dan mereka tidak yakin bahwa
jawabannya benar maka mereka akan diam. Hasil penelitian Munawir Yusuf
(1997: iii) menyebutkan bahwa terdapat: (1) 68% siswa yang mengalami
kesulitan belajar menbaca, (2) 71,8 % kesulitan belajar menulis, dan (3)
62,2% kesulitan belajar berhitung. Dua contoh tersebut di atas
merupakan satu dari masalah yang berkaitan dengan hal “bagaimana”
seharusnya memperoleh perolehan, sehingga peserta didik diajak untuk
berfikir dan menghayati bahan ajarnya.
Gencarnya perkembangan iptek menuntut adanya manusia-manusia yang
kreatif agar mereka dapat memasuki dunia yang amat kompetitif. Berkaitan
dengan hal tersebut, M.S.U Munandar (1987: 56-59) mengemukakan bahwa
kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan
data, informasi atau unsur yang ada.
Dari beberapa pemikiran yang telah dikemukakan di atas, pengembangan
kurikulum “Pendidikan Teknologi ” untuk siswa di jenjang pendidikan
dasar nampaknya merupakan salah satu alternatif yang “dapat” mengatasi
masalah berkaitan dengan pembudayaan teknologi. Pendidikan teknologi
pada hakikatnya merupakan materi pembelajaran yang mengacu pada
bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dimana peserta didik diberi
kesempatan untuk membahas masalah teknologi dan kemasyarakatan,
memahami dan menangani peralatan hasil teknologi, memahami teknologi dan
dampak lingkungan, serta membuat peralatan-peralatan teknologi
sederhana melalui kegiatan-kegiatan merancang dan membuat (BTE, 1998:
7).
II.2. Pergeseran pandangan tentang pembelajaran
Manfaat dan perkembangan teknologi informasi telah merubah cara
belajar dan mengajar dari kondisi tradisional. Pengembangan teknologi
informasi online memudahkan siswa memilih cara memperoleh informasi. Dan
guru dapat mengajar melalui media online dan berkomunikasi secara
fleksibel dalam berinteraksi (Siew Choo Soo, 2002).
Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada
tiga hal yang harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki
akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan
lembaga pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang berkualitas,
bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus
memilikio pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan
sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencaqpai standar
akademik. Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi
pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar
kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa
sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai: (1) sesuatu yang
sulit dan berat, (2) upoaya mengisi kekurangan siswa, (3) satu proses
transfer dan penerimaan informasi, (4) proses individual atau soliter,
(5) kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada
satuan-satuan kecil dan terisolasi, (6) suatu proses linear. Sejalan
dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai
pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai: (1) proses alami, (2) proses
sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses linear dan atau tidak
linear, (5) proses yang berlangsung integratif dan kontekstual, (6)
aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan
kulktur siswa, (7) aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas,
perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun
kelompok.
Hal itu telah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran
guru telah berubah dari: (1) sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama
informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai
fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan,
dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek
pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif
dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran.
Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan
yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif
dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan
menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran
sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran
berkolaboratif dengan siswa lain.
II.3 Tujuh Peranan Teknologi Informasi
Sesuai dengan hakekat dan karakteristiknya, paling tidak terdapat 7
(tujuh) peranan utama teknologi informasi dalam dunia pendidikan.
Ketujuh peranan strategis tersebut terkait langsung dengan 4 (empat)
pilar utama penopang arsitektur sistem institusi pendidikan yang baik –
yaitu konten dan kurikulum, proses belajar mengajar, sumber daya manusia
dan kultur, serta fasilitas dan jaringan prasarana – yang ditunjangoleh
3 (tiga) entitas pendukung operasional,masing-masing adalah
infrastruktur dan suprastruktur, kegiatan operasional terpadu, dan
sistem manajemen mutu.
Berdasarkan sejumlah aspek inilah maka diturunkan 7 (tujuh) peranan teknologi informasi (Indrajit, 2005), yaitu
1. Teknologi informasi merupakan sumber atau gudang ilmu pengetahuan
karena dengan memanfaatkan jaringan raksasa semacam internet, pengajar
maupun peserta didik dapat mengakses secara bebas ribuan bahkan jutaan
sumber pengetahuan di seluruh dunia disamping memberikan kesempatan bagi
para stakeholder pendidikan untuk saling berinteraksi di dunia maya
dengan menggunakan berbagai fasilitas seperti chatting, email, mailing
list, newsboard, dan discussion forum
2. Teknologi informasi sebagai alat bantu pengajar maupun peserta didik
dalam melakukan aktivitas pembelajaran, misalnya dengan memanfaatkan
komputer dan sejumlah aplikasinya sebagai media simulasi, alat bantu
ilustrasi, sarana interaksi, dan lain sebagainya;
3. Teknologi informasi sebagai standar kompetensi dan keahlian yang
harus dimiliki oleh pengajar, peserta didik, penyelenggara pendidikan,
dan stakeholder terkait lainnya (misalnya: orang tua, pemerintah, dan
masyarakat) karena merupakan prasyarat mutlak agar pendidikan berbasis
teknologi informasi dapat dilakukan secara efektif
4. Teknologi informasi sebagai peluang terjadinya sebuah transformasi
sistem pendidikan masa depan terutama dengan diperkenalkannya sejumlah
konsep semacam e-library, virtual class, digital library, dan lain-lain
yang tidak lagi bergantung pada batasan-batasan fisik dari sumber daya
(Morton, 1991);
5. Teknologi informasi sebagai alat penunjang manajemen institusi
pendidikan dalam proses pengambilan keputusan strategis maupun
operasional, terutama terkait dengan pemanfaatan dan alokasi sumber daya
serta pemantauan kinerja institusi, seperti implementasi decision
support system, executive information system, management information
system, dan lain sebagainya (Scott, 1994);
6. Teknologi informasi sebagai sarana memadukan beragam fungsi dan
proses di dalam penyelenggaraan administrasi pendidikan, terutama yang
menyangkut mengenai alokasi sumber daya pembelajaran (pengajar, peserta
didik, ruang kelas, peralatan, dan lain sebagainya) maupun hal-hal
penopang lainnya, seperti sistem informasi keuangan, sumber daya
manusia, pengadaan dan logistik, dan manajemen dokumen (Sprague, 1993);
dan
7. Teknologi informasi sebagai infrastruktur dan suprastruktur institusi
pendidikan, dalam arti kata bahwa lembaga yang bersangkutan harus
memiliki akses terhadap jaringan infrastruktur yang menghubungkan
seluruh komputer yang dimilikinya dan tentu saja menyusun beragam
kebijakan dan peraturan pelaksanaan penggunaannya
III.3. Kreativitas dan kemandirian belajar
Dengan memperhatikan pengalaman beberapa negara sebagaimana
dikemukakan di atas, jelas sekali TIK mempunyai pengaruh yang cukup
berarti terhadap proses dan hasil pembelajaran baik di kelas maupun di
luar kelas. TIK telah memungkinkan terjadinya individuasi, akselerasi,
pengayaan, perluasan, efektivitas dan produktivitas pembelajaran yang
pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan sebagai
infrastruktur pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan.
Melalui penggunaan TIK setiap siswa akan terangsang untuk belajar maju
berkelanjutan sesuai dengan potensi dan kecakapan yang dimilikinya.
Pembelajaran dengan menggunakan TIK menuntut kreativitas dan kemandirian
diri sehingga memungkinkan mengembangkan semua potensi yang
dimilikinya..
Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern di abad-21 ini
kreativitas dan kemandirian sangat diperlukan untuk mampu beradaptasi
dengan berbagai tuntutan. Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini
dengan beberapa alasan antara lain: pertama, kreativitas memberikan
peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua,
kreativitas memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam
pemecahan masalah, ketiga, kreativitas dapat memberikan kepuasan hidup,
dan keempat, kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas
hidupnya. Dari segi kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan
berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian.
Sedangkan dari segi afektifnya kreativitas ditandai dengan motivasi yang
kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi
resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki rasa
humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan
orang lain, dsb. Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas,
memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan.
Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh
tantangan ini sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu
untuk mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya.
Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan
penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya,
kreatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan
memiliki komitmen yang kuat terhadap berbagai hal.
Dengan memperhatikan ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa TIK memberikan peluang untuk berkembangnya
kreativitas dan kemandirian siswa. Pembelajaran dengan dukungan TIK
memungkinkan dapat menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, memiliki
nilai yang tinggi, dan dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan
yang lebih bermakna. Melalui TIK siswa akan memperoleh berbagai
informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga
meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang kondusif bagi
berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan
kompetensi, kreativitas, kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik
terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain.
II.4. Media Pembelajaran
Kerjasama antar pakar dan juga dengan mahasiswa yang letaknya
berjauhan secara fisik dapat dilakukan dengan lebih mudah. Dahulu,
seseorang harus berkelana atau berjalan jauh menempuh ruang dan waktu
untuk menemui seorang pakar untuk mendiskusikan sebuah masalah. Saat ini
hal ini dapat dilakukan dari rumah dengan mengirimkan email.
Makalah dan penelitian dapat dilakukan dengan saling tukar menukar data
melalui Internet, via email, ataupun dengan menggunakan mekanisme file
sharring dan mailing list. Bayangkan apabila seorang mahasiswa di
Sulawesi dapat berdiskusi masalah teknologi komputer dengan seorang
pakar di universitas.
Mahasiswa dimanapun di Indonesia dapat mengakses pakar atau dosen yang
terbaik di Indonesia dan bahkan di dunia. Batasan geografis bukan
menjadi masalah lagi. Sharing information juga sangat dibutuhkan dalam
bidang penelitian agar penelitian tidak berulang (reinvent the wheel).
Hasilhasil penelitian di perguruan tinggi dan lembaga penelitian dapat
digunakan bersamasama sehingga mempercepat proses pengembangan ilmu dan
teknologi.
Virtual university merupakan sebuah aplikasi baru bagi Internet. Virtual
university memiliki karakteristik yang scalable, yaitu dapat
menyediakan pendidikan yang diakses oleh orang banyak. Jika pendidikan
hanya dilakukan dalam kelas biasa, berapa jumlah orang yang dapat ikut
serta dalam satu kelas? Jumlah peserta mungkin hanya dapat diisi 40 50
orang. Virtual university dapat diakses oleh siapa saja, darimana saja.
Penyedia layanan virtual university ini adalah http://www.ibuteledukasi.com
. Mungkin sekarang ini virtual university layanannya belum efektif
karena teknologi yang masih minim. Namun diharapkan di masa depan
virtual university ini dapat menggunakan teknologi yang lebih handal
semisal video streaming yang dimasa mendatang akan dihadirkan oleh ISP
lokal, sehingga tercipta suatu sistem belajar mengajar yang efektif yang
diimpiimpikan oleh setiap ahli IT di dunia pendidikan.
Virtual school juga diharapkan untuk hadir pada jangka waktu satu
dasawarsa ke depan. Bagi Indonesia, manfaatmanfaat yang disebutkan di
atas sudah dapat menjadi alasan yang kuat untuk menjadikan Internet
sebagai infrastruktur bidang pendidikan. Untuk merangkumkan manfaat
Internet bagi bidang pendidikan di Indonesia:
* Akses ke perpustakaan;* Akses ke pakar;
* Melaksanakan kegiatan kuliah secara online;
* Menyediakan layanan informasi akademik suatu institusi pendidikan;
* Menyediakan fasilitas mesin pencari data;
* Meyediakan fasilitas diskusi;
* Menyediakan fasilitas direktori alumni dan sekolah;
* Menyediakan fasilitas kerjasama;
* Dan lain lain.
II.5 Kendala
Jika memang IT dan internet memiliki banyak manfaat, tentunya ingin
kita gunakan secepatnya. Namun ada beberapa kendala di Indonesia yang
menyebabkan IT dan Internet belum dapat digunakan seoptimal mungkin.
Kesiapan pemerintah Indonesia masih patut dipertanyakan dalam hal ini.
Salah satu penyebab utama adalah kurangnya ketersediaan sumber daya
manusia, proses transformasi teknologi, infrastruktur telekomunikasi dan
perangkat hukumnya yang mengaturnya. apakah infrastruktur hukum yang
melandasi operasional pendidikan di Indonesia cukup memadai untuk
menampung perkembangan baru berupa penerapan IT untuk pendidikan ini.
Perlu diketahui bahwa cyber law belum diterapkan pada dunia hukum di
Indonesia.
Selain itu masih terdapat kekurangan pada hal pengadaan infrastruktur
teknologi telekomunikasi, multimedia dan informasi yang merupakan
prasyarat terselenggaranya IT untuk pendidikan sementara penetrasi
komputer (PC) di Indonesia masih rendah. Biaya penggunaan jasa
telekomunikasi juga masih mahal bahkan jaringan telepon masih belum
tersedia di berbagai tempat di Indonesia.. Untuk itu perlu dipikirkan
akses ke Internet tanpa melalui komputer pribadi di rumah.
Sementara itu tempat akses Internet dapat diperlebar jangkauannya
melalui fasilitas di kampus, sekolahan, dan bahkan melalui warung
Internet.Hal ini tentunya dihadapkan kembali kepada pihak pemerintah
maupun pihak swasta; walaupun pada akhirnya terpulang juga kepada
pemerintah. Sebab pemerintahlah yang dapat menciptakan iklim kebijakan
dan regulasi yang kondusif bagi investasi swasta di bidang pendidikan.
Namun sementara pemerintah sendiri masih demikian pelit untuk
mengalokasikan dana untuk kebutuhan pendidikan (Nurdin Salmi,2005).
II.6. Peran guru
Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya karena setiap
siswa memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Siswa
memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam
melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru
memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK
dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran
anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser
menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu,
karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah
satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing
Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di
masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru
sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan,
pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru
harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk
mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi
masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan
tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam
bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar
permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan
mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada.
Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi
belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam
suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan
guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa
dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer
pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya
dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan
mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai
partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga
berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung
makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan
tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin,
diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang
lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai
pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya
sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di
luiar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus
belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan
kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif
dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk
melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai
tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku,
melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai
karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya
abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas
profesionaliemenya.
III. Penutup
Guna mempersiapkan sumber daya manusia yang handal dalam memasuki era
kesejagadan, yang salah satunya ditandai dengan sarat muatan teknologi,
salah satu komponen pendidikan yang perlu dikembangkan adalah kurikulum
yang berbasis pendidikan teknologi di jenjang pendidikan dasar.
Bahan kajian ini merupakan materi pembelajaran yang mengacu pada
bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di mana peserta didik
diberi kesempatan untuk membahas masalah teknologi dan kemasyarakatan,
memahami dan menangani produk-produk teknologi, membuat
peralatan-peralatan teknologi sederhana melalui kegiatan merancang dan
membuat, dan memahami teknologi dan lingkungan.
Kemampuan-kemampuan seperti memecahkan masalah, berpikir secara
alternatif, menilai sendiri hasil karyanya dapat dibelajarkan melalui
pendidikan teknologi. Untuk itu, maka pembelajaran pendidikan teknologi
perlu didasarkan pada empat pilar proses pembelajaran, yaitu: learning
to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
15.56
Unknown


1 komentar:
Sama" gan terimakasih atas kunjungannya :)
Posting Komentar